Sunday 22 May 2011

Fascinating Komodo Trip (2) – Beyond The Underwater




Di luar satwa Komodo yang fenomenal, pemandangan alam di sekitar Pulau Rinca dan Pulau Komodo benar-benar luar biasa. Air laut super bening, pulau-pulau berbukit rumput, biota laut yang kaya membuat Komodo masuk dalam jajaran world best diving spot. Bahkan ternyata, berdasarkan survey Litbang National Geographic, di Indonesia, underwater Pulau Rinca menduduki peringkat ke-2 setelah Raja Ampat!!!
Dengan menyewa kapal untuk 2 hari – 1 malam, kami keliling ke dua lokasi konservasi komodo seperti tulisan (1) dan beberapa spot snorkeling/ diving. Kapten kapal kami, pak Yusuf, adalah mantan penyelam mutiara yang JAGO MASAK (ini penting demi keberlangsungan hidup kami ber-8) dan pernah dipenjara di Australia karena menyelam melewati garis batas perairan Negara. Para penyelam mutiara menyelam TANPA alat diving dan mampu mencapai kedalaman ±70 depa (=ukuran dua tangan direntangkan). Gila ya! Sekarang pak Yusuf tidak menyelam lagi dan pendengarannya agak berkurang karena gendang telinganya rusak… :(
Kapal kami :)

Ketangguhannya masih terbukti ketika snorkel gear @Ms_rebecka terjatuh di dasar laut di sekitar Pulau Bidadari. Di perairan yang jernih, snorkel gear warna kuning itu terlihat di dasar laut yang diperkirakan sedalam 10m-15m (menurut ABK). Beliau langsung terjun dan muncul lagi ke permukaan air DENGAN SNORKEL GEAR, seluruhnya dalam waktu KURANG DARI 10 DETIK!!! Ga percaya? Saya pun susah percaya, baru saja mau ngintip, eeeh, malah sudah nongol lagi. Ga paham bagaimana caranya menyelam di arus sekencang itu, berenang saja kami ngos-ngosan, hehe…
Pulau Bidadari adalah spot snorkeling terakhir yang menurut saya paling indah dibandingkan dengan spot-spot sebelumnya. Pasir pantai di pulau ini sedikit kemerah-merahan juga walaupun tidak semerah di Red Beach. Underwaternya? Hmm...jangan tanya, tidak perlu jago menyelam untuk bisa menikmati keindahan biota laut di sini. Karangnya jenis soft coral yang beraneka ragam dan sangat dangkal, bahkan jika kita berdiri bisa terinjak oleh kaki kita. Ada anemon laut lengkap dengan nemo & friends, napoleon, dan berbagai macam ikan kecil belang-belang yang bahkan bisa dilihat di perairan dekat pantai. Saking banyaknya, ikan di sini berenang dekat sekali dengan kita, jadi kalau mau foto-foto underwater bisa maksimal. Some of my friends even tried to catch the fish! 
Kenya with the beautiful soft corals at Bidadari - photo by Rio

Kejar ikannyaaaa...perairan dangkal di P. Bidadari - photo by Rio


Sebelum ke Pulau Bidadari, spot snorkeling pertama kami adalah di Pulau Kambing. Di sini ada anemon laut dan ratusan jenis ikan yang seliweran di bawah kaki kami. Perairannya lebih dalam dibandingkan dengan di Pulau Bidadari sehingga ikannya tampak lebih ”jauh” dan harus deeper-dive. 
@Sdr_Yudha deep dive at P.Kambing - photo by Rio
Snorkeling di Pulau Kambing menjadi satu-satunya aktivitas ”main air” di hari pertama karena arus laut Red Beach di sore hari sudah terlalu kencang. Jadilah kami langsung menuju ke Pulau Kalong, tempat kami bermalam. Menjelang matahari terbenam kami sampai di Pulau Kalong dan sudah ada beberapa kapal lain yang ”parkir”. Tidak lama setelah itu, dari Pulau Kalong terbang ratusan kelelawar keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Wah, jadi ingat Gotham City! Malamnya kami tidur dengan bulan purnama bulat sempurna dan ribuan bintang di langit yang bersih cerah, romantis, beda dengan langit Jakarta yang berasap :)
Tempat kami bermalam :) - photo by @felifelife
  Paginya, kami sudah terbangun sebelum matahari terbit. Bertepatan dengan itu, Pak Yusuf berniat membeli ikan dari pedagang/nelayan yang berseliweran dengan perahu dayung kecil. Sunrise pun ter-capture dengan indah, cumi-cumi siap dimasak untuk makan siang, hehe...
penjual ikan dan perfect sunrise - photo by @Ms_rebecka
Setelah matahari terbit sempurna, kapal langsung dinyalakan dan kami berangkat menuju ke Red Beach! Akhirnya!!! Di sini, kapal tidak bisa merapat ke pantai karena takut karangnya rusak karena jangkar. Jadi kami harus berenang kira-kira 20m untuk sampai ke pantai yang pasirnya merah itu. Benar-benar baru bangun tidur, tanpa pemanasan, tanpa sarapan, belum loading sempurna kami pasang fin, gogle, dan snorkel mask dan byur byur byur! Sepanjang ”perjalanan” menuju pantai, kami kurang bisa menikmati underwater karena arusnya kencang minta ampun. Begitu mendarat di pantai, kami memasukkan pasir ke botol-botol air mineral untuk dibawa ke Jakarta, norak ya, hehe...
Full Team! at Red Beach!

Selanjutnya, kami ke...Manta ray spot! Di perairan ini, bisa ditemukan ikan pari (Manta) dengan jenis ekor yang tidak menyengat sehingga tidak berbahaya. Dilarang melempar jangkar juga di sini, jadi kapal tetap bergerak pelan. 
The Manta Ray...kalau dibalik putih... - photo by Rio
Setelah puas berenang dengan Manta, teman-teman naik ke kapal dan kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Kanawa. Perjalanan sekitar 1,5 jam dan kami mulai mengantuk campur capek. Baju sudah mulai kering lagi ketika sampai di Kanawa. Cantik pulaunya.
Pulau Kanawa dari kapal - photo by @Sdr_Yudha
 Di dermaga, terpampang papan yang mengharuskan bayar Rp 50,000 jika ingin memasuki pulau. Wah, komersil juga ini. Tapi ternyata kalau hanya berenang di tepi lautnya (di luar garis dermaga) tidak perlu membayar. Begitu di dalam air, ASTAGAAAAA...rasanya ingin kabur dan kembali naik ke kapal. Di dalam air, sesuatu yang tadinya saya pikir karang ternyata adalah ribuan ikan, RI-BU-AN IKAN, dari satu jenis yang sama, berwarna abu-abu, bergerombol, berderet, dan tidak bergerak. Bayangkan, pertama kali menunduk ke air dan disambut dengan tatapan dingin dari ribuan pasang mata ikan! Geliiii...

namanya ikan Tombo, bisa dikonsumsi, hiiiiy...
Bayangkan kalau itu piranha! - photo by Rio

Dewa Neptunus datang, arisan bubaaaaar! - photo by @Sdr_Yudha
Setelah itu kami makan siang dengan cumi-cumi besar yang disebut ukuran sedang oleh nelayan si penjual. Entah dimasak apa oleh pak Yusuf, yang pasti kami sulit menahan diri untuk tidak menghabiskannya. Diakhiri dengan indahnya Pulau Bidadari, kemudian kami kembali berlayar ke Labuan Bajo. 

Aaaah, DEFINITELY A WONDERFUL BEACH TRIP!!! No wonder, now...no wonder... Let's VOTE KOMODO!

Fascinating Komodo Trip (1) – The Komodo Dragon

Minggu, 15 Mei 2011! Hari di mana saya dan 7 teman saya bertatap muka langsung dan main mata dengan binatang langka yang populasinya tinggal sekitar 2500 ekor, KOMODO!
Meeting point ke-1 dengan Komodo adalah di Loh Buaya di Pulau Rinca (loh=teluk). Di dermaga, kami disambut oleh dua ranger, Pak Rhinus dan Pak Arif. Mereka berdua berkostum “hutan” dengan setelan kaos dan celana kargo cokelat. Dilengkapi dengan tongkat penakluk komodo. Tongkatnya dari kayu panjang kira-kira 150m dengan ujung seperti huruf Y.
Kami dikawal oleh mereka ke hutan, kira-kira 300m dari dermaga. Setelah mengurus tiket masuk di kantor yang berbentuk rumah panggung, kami dikumpulkan untuk briefing do’s and dont’s. Selama tracking, kami dilarang merokok, tidak boleh ribut, dan hindari membuat gerakan heboh yang tiba-tiba. Wanita yang sedang menstruasi sebaiknya tidak ikut karena penciuman komodo sangat sensitif terhadap darah. Ranger akan memimpin di depan dan satu lagi di paling belakang, tidak boleh sampai terpisah dari rombongan. 
Pesan terakhir dari Pak Rhinus ketika briefing, the one that I think all of you should know, “tongkat saya ini berguna untuk menahan moncong ataupun leher komodo kalau-kalau mereka menyerang, tapi kalau komodo terlalu agresif, tongkat ini saja tidak cukup... (jeda)...kita HARUS LARI”. JENG JENG!
Kami memilih rute medium dari 3 rute tracking yang ditawarkan, memakan waktu kira-kira 45 menit. Belum sampai 10 menit masuk ke hutan, sudah ada satu ekor komodo besar sedang bersantai-santai di rerumputan. Menurut Pak Rhinus, komodo sebesar itu masih muda, usianya mungkin ”baru belasan tahun”. Pada umumnya, komodo bisa berusia sampai 50 tahun dengan panjang maksimal 3 meter. Anatomi komodo betul-betul mirip dengan kadal, tapi kering, tidak mengkilat-kilat atau berlendir, dan SUPER BESAR. Selama waktu ”bermain-main” dengan komodo itu, saya sendiri tidak mendapat kesan sedikitpun akan kebuasan mereka. Kebanyakan hanya tiduran, leyeh-leyeh berkelompok, dan diam. Sampai kami turun dari bukit pun sepertinya posisi leyeh-leyehnya masih sama, hehe... Berjalannya pun lambat.. Satu-satunya bagian tubuh yang terlihat "garang" adalah matanya yang tampak selalu siaga.
Ranger - Pak Rhinus  - photo by @Sdr_Yudha
Gerombolan komodo yang sedang goler-goler santai - photo by @Sdr_Yudha

Saya iseng bertanya ke ranger, Pak Arif, ”mereka jalannya lambat ya, Pak”, si ranger dengan enteng menjawab ”iya kalau jalan lambat, tapi kalau lari kencang”. Well, ternyata pak Arif benar, menurut http://www.gonjangganjing.com/tag/labuan-bajo/ Komodo bisa berlari hingga 20 Km/jam. Tidak cukup berlari, mereka pun bisa berenang dan menyelam sampai kedalaman 4,5 m. Weleh-weleh, larinya kencang, bisa berenang, ekornya kuat, ludahnya berbisa...bagaimana cara kita kabur ya? Kata Pak Arif: kita harus lari kencang dan ZIG-ZAG. Catat ya teman-teman! :)
Di habitatnya ini, komodo menjadi top predator yang berada di puncak rantai makanan. Tidak ada manusia yang memburu komodo, tapi, banyak manusia yang berburu rusa atau kerbau hutan yang menjadi santapan komodo. Jadi secara tidak langsung bisa mempengaruhi keberlangsungan hidup komodo. Kerbau hutan yang kokohnya seperti banteng, ditaklukkan dengan digigit kemudian ditinggalkan, 2 minggu kemudian si kerbau mati karena bisa komodo dan baru disantap berjamaah. WOWWWWW!
Kami juga sempat melihat tempat telur-telur komodo ”ditanam”, walaupun tinggal bekasnya saja. Kata Pak Rhinus, musim bertelur komodo hanya 1x/ tahun dengan jumlah telur 20an dan hanya sekitar 20% yang sukses hidup hingga dewasa. Hmmm, pantas langka ya...selain itu, anak komodo harus berada di pohon sampai umurnya setahun, karena ada kemungkinan akan dimangsa oleh komodo dewasa mengingat mereka kanibal.
Rombongan kami kemudian digiring keluar dari hutan dan menaiki bukit savana yang sejauh mata memandang cuma ada rumput. Rumput jarak dekat yang diinjak kaki dan rumput jarak jauh di bukit seberang. Anginnya sepoi-sepoi. Terik panasnya maksimal. Sekitar 10-15 menit kami mendaki dan menuruni bukit rumput itu, sampai akhirnya si ranger berkata ”KITA SAMPAI”.
cuma ada rumput, rumput, rumput, dan langit - photo by @Sdr_Yudha
  
Begitu melihat ke depan, astaga pemandangan indahnya keterlaluan. Seperti di kalender-kalender, tapi tanpa efek photoshop. Haduuuuh, capek langsung hilang!!! Photoshop is solely nothing compare to God’s creating and editing capability.

This is what we get on the top of the hill, BEAUTIFUL! - photo by @Sdr_Yudha

Setelah itu kami digiring turun dari bukit dan kembali ke tempat kami briefing. Kami pisah dengan para ranger dan kembali ke dermaga tanpa dikawal. I repeat, TANPA DIKAWAL. Awalnya kami tenang-tenang, bertemu kerbau hutan, kepiting darat, monyet-monyet liar, sampai akhirnya harus berpapasan dengan seekor komodo yang sedari tadi nongkrong di dermaga. Kami serentak berhenti, dan berteriak ke arah dermaga ”Paaaaaak, tolong Paaaaaak”. Untungnya ada seorang ranger yang datang dengan tongkatnya dan si komodo kabur ke bukit. Bapak ranger itu langsung bertanya, ”Tadi dengan ranger siapa namanya? Ini tidak boleh seperti ini, seharusnya dikawal sampai keluar, karena kalau harus papasan dengan komodo, rombongan tidak bisa memaksa jalan terus, harus pelan-pelan mundur ke belakang sampai komodo pergi dari jalan yang dilalui, baru bisa meneruskan jalan, kalau ada ranger kan rangernya yang di depan berhadapan dengan komodo”. Haduuuuh, CATAT LAGI! Minta dikawal sampai dermaga yaaa, nyawa taruhannya...
Cross path with Komodo... - photo by @Sdr_Yudha

Meeting point ke-2 dengan Komodo adalah di Loh Liang di Pulau Komodo. Di sini, rangernya agak lebih “penakut” dibandingkan dengan di Pulau Rinca yang relative lebih “santai”. Mungkin karena komodonya lebih liar ya? Kurang tahu saya. Memang, kalau dibandingkan dengan di Pulau Rinca, komodonya tampak lebih besar-besar ukurannya.
The Beast! - photo by @kenyongkenyang
  Satu-satunya moment menarik di Pulau Komodo ini adalah ketika kami bertemu dengan dua ekor komodo besar kemudian salah satu dari mereka menguap! Oh my Gooooood! Lebar sekali menguapnya dan panjang lidahnya! Di moment beberapa detik itu, barulah si komodo terlihat “berbahaya”. Di pulau ini kami juga tidak bertemu komodo sebanyak di Pulau Rinca. Bisa jadi karena pulaunya yang lebih luas, jadi area jelajah komodonya juga lebih menyebar. Di Pulau Komodo juga ada paket menginap di hutan (camping), mungkin bisa dicoba untuk uji nyali :)
 Untuk perburuan foto dan petualangan, Pulau Rinca lebih seru dibandingkan Pulau Komodo. Tapi mau bertemu komodo belum afdhol kalau tidak ke Pulau Komodo. Kampung Komodo juga sepertinya layak dikunjungi untuk bertemu dengan orang yang konon katanya bisa berkomunikasi dengan komodo. Kami sendiri tidak sempat ke sana jadi no story about it, silakan dibuktikan sendiri... :)
Dua lokasi pertemuan dengan Komodo Dragon

P.S. setelah bertemu langsung dengan binatang mengagumkan ini, saya jadi sombong kalau ketemu cicak atau kadal, hehe…

Saturday 21 May 2011

The Pensieve

Hwaaah, it's been 2 months after my last writing... Well, I've been so busy working, struggling for one "big thing" and NOT to forget...preparing my self for a sunny-lovely vacation. Do not be envy, I just arrived from Flores, visiting one of the nominations of "7 Wonders of The World", haha, envy envy envy... *evil smirk*. The story of my last trip will be available soon on this blog, very soon.
By the way, few weeks ago, I had had a chat with a friend of mine, not the close one. He read my blog and questioned me: “why do you write something that is not your expertise?”. Quite long pause until I got his question. To my friend, my answer was:
Dear my friend, politics, movies, or religions are definitely not my cup of tea, as an expert. But, as a citizen, a consumer, a non-atheist, I think we both are enjoying the same tea.
No need to be a politician expert to criticize your government and all the bad-ass. No need to be a preacher to speak up your objection about what happens. Besides, all what I wrote, or what I will write later, are pure from my own thought, that’s my personal opinion. You may agree or disagree with it, whatever you chose you’re still my friend, haha…

All that I’m trying to say is “NO MATTER HOW SHALLOW my thought about a case is, I will write it down if it really annoys me or maybe in the other way it is really interesting for me”. Got it? Thank you. 
Enjoy reading… :)

Tuesday 15 March 2011

Berbeda Itu Bukan Noda

Mendengar lagu-lagu Guns and Roses dari tetangga depan rumah, tiba-tiba saya ingin menulis ini. Diawali tentang saya dan mungkin nanti menyangkut kita semua.

Pertama, jangan ragukan ”pengetahuan” saya soal lagu-lagu Guns and Roses. Saya fasih menyanyikan November Rain di kelas 3 SD. Tentu dengan lirik yang asal ucap yang penting nadanya pas :) . Saya juga tahu hampir semua album mereka, yang gambar spaghetti, yang ada seri I dan seri II, atau yang greatest hits. 
Di kelas 3 SD itu, saya juga sudah ‘menguasai’ The Power of Love-nya Celine Dion. Masih di kelas 3 SD, saya sudah akrab dan hafal (ini pasti!) dengan Here There and Everywhere, Bicycle, Angie, Kolam Susu, Bongkar, Rindu Lukisan, Pulau Seribu, sampai Kerontjong Moristko (semoga betul penulisannya). HAHA! Kalau diteruskan bisa semakin random...

Dari mana saya bisa mengenal musik lintas genre itu? Well, saya anak terakhir dari 4 bersaudara. Beda umur dengan kakak saya yang termuda 5 tahun dan 10 tahun dengan yang paling tua. Ayah saya semasa mudanya adalah anak band yang sepertinya gaul kalau dilihat dari foto-fotonya. Ibu saya, entah saya tidak tahu dari mana belajarnya, jago setengah mati baca not tanpa sedikitpun pitchy. Well, saya pernah iseng kasih partitur lagu yang saya yakin belum pernah sekalipun beliau dengar, hanya akan di’coba-coba’ sebentar...daan...tadaaa...she sings! *ngiri* Ketiga kakak saya, semua bisa bernyanyi. Setidaknya tak ada suara sumbang kalau kami serumah bernyanyi bersama.

Masing-masing di rumah, punya selera musik yang cukup berbeda satu sama lain. Mungkin karena pengaruh gender, jaman, dan juga tekanan pergaulan. 

Ayah                       : The Beatles, Iwan Fals, Koes Plus, Queen, Rolling Stones
Ibu                          : lagu-lagu keroncong dan lagu-lagu nostalgia lokal 
Kakak I (cewek)       : Celine Dion, Mariah Carey, Bryan Adams, Boys 2 Men, Roxette
Kakak II (cowok)    : Guns and Roses, Slank, Nirvana, Metallica, Sepultura, Iron Maiden (sungguh saya ga tahu yang mana lagu Iron Maiden, tapi ada posternya di kamar kakak saya ini)
Kakak III (cewek)    : kakak yang ini agak kurang dominan selera musiknya, saya ragu dia dulu suka apa ya…hmmm, sepertinya era-era Boyzone dan Shania Twain

Dan dulu, di rumah ada radio tape plus tumpukan kaset segala macam aliran. Rutinitas saya setiap hari kira-kira sebagai berikut : pagi-pagi bersiap sekolah dengan iringan lagu Koes Plus, pulang sekolah saya leha-leha sebentar, kira-kira 1 jam kemudian siang hari akan terasa semakin maksimal panasnya oleh Guns & Roses, sampai saya ketiduran, terbangun di sore hari karena suara Tetty Kadi atau Ernie Djohan, break sebentar dari ashar sampai lewat maghrib, kemudian belajar sambil sayup-sayup ditemani Bryan Adams.

Mungkin terdengar istimewa bagi sebagian orang atau biasa saja bagi sebagian yang lain. Tapi yang pasti buat saya, ini sesuatu yang sederhana tapi berharga.

Mengapa?

Karena saya jadi setidaknya terbiasa menyikapi perbedaan. Belum tentu saya mengerti makna yang serius tentang perbedaan, tapi bisa terbiasa saja menurut saya sudah menjadi bekal yang cukup. Ilustrasi yang cukup panjang di atas mungkin hanya hal remeh temeh soal selera musik. Tapi saya bayangkan kalau sepanjang masa kecil, remaja, dan ABG saya hanya diisi musik-musik yang homogen, mungkin telinga saya tidak akan sepeka kalau saya dengarkan musik dari berbagai genre. Efek positif lainnya, saya jadi tidak mudah mencibir selera musik orang lain hanya karena berbeda dengan selera saya.
Menurut saya, ”selera” itu tidak bisa disalahkan. Kalau sudah menyangkut urusan selera, urusan baik atau tidak tentu beda parameternya. Seperti apa musik yang bagus, tentu ada teorinya, dan semua akan bermuara pada ide yang sama. Tapi, seperti apa musik yang enak didengar, penggemar total metal hampir pasti akan beda ’paham’ dengan penggemar blues, penggemar jazz mungkin tak akan sepaham dengan penggemar punk.
Masih menurut saya, yang tidak sepaham itu tidak perlu harus dijadikan sepaham terlebih dulu agar bisa kompak. Tanpa mengorbankan paham masing-masing yang berbeda, tiap jenis musik tetap bisa berkolaborasi. Tentu saja dengan toleransi.
Masih menurut saya lagi, paham yang sedikit peminatnya, tidak perlu merasa insecure atau merasa eksklusif. Sebaliknya, paham yang dominan juga tidak perlu berlagak sok kuasa dengan mencibir dan menindas yang kecil-kecil tadi.

Semua itu masalah selera dan percaya.
Tidak perlu menjadikan beda seperti noda yang harus dicuci bersih hingga jadi satu warna seragam.
Jadikan beda sebagai pola yang memperkaya apa yang kita punya.
Ini masih menurut saya, bagaimana menurut kalian? :) 

picture taken from: http://myscienceblogs.com/

Sunday 20 February 2011

Pertarungan Para Hantu

Saya termasuk orang yang cukup sering nonton bioskop, hampir pasti setiap minggu, bahkan pernah two times in a row, hanya diselingi makan.
Genre film favorit saya adalah action dengan ritme yang cepat, terutama yang melibatkan CIA atau secret agent. J
Saya kurang suka film fantasi seperti Lord of The Ring atau Avatar. Otak saya akan disibukkan dengan menganalisa itu makhluk apa, kenapa dia bisa terbang, kenapa dia bisa bicara dengan manusia, dan sejenisnya sehingga lupa mengikuti alur cerita.
Daaan, film yang sudah pasti akan saya hindari adalah FILM HOROR. Sefenomenal apapun The Sixth Sense atau The Ring di masanya dulu, saya tidak tertarik sedikitpun (atau tertantang) untuk coba-coba nonton.

Jadiiiii, bisa dibayangkan bagaimana kesalnya saya dengan berita bahwa film luar tidak akan diputar lagi di bioskop Indonesia.
Duh, kekonyolan apa lagi ini?

Saya jelas tidak sependapat dengan anggapan bahwa dengan ditariknya film luar akan membuat industri film lokal semakin maju. Tanpa perlu saya jelaskan, itu logika yang menurut saya konyol.
Tapi tulisan ini tidak akan membahas hal-hal serius terkait dengan kerugian yang harus diderita negara dan bangsa karena film luar di blokir. Sudah banyak yang membahas hal itu, seperti bapak iniini, dan juga yang paling gress dari mbak ini, orang-orang yang memang berkompeten di bidangnya.


Di sini, saya hanya ingin menyatakan betapa saya, sebagai konsumen, kesal, karena...kalau film-film luar diblokir, terus apa yang bisa saya tonton? Film Indonesia? Seriously? Are you kidding me?
Hmmmm, coba lihat deh, I already picked the TOP brain-stimulating Indonesian movie titles, the best of the best!!! FYI, this is a tough decision, look at this interesting list!
1.     Hantu Puncak Datang Bulan
     Wondering whether she’s also facing the monthly cramp or not, I might ask her…do you need to take a pill during your period like I do? Oh, and the sequel may be titled Hantu Menopouse?

2.     Kuntilanak Beranak
     Nice trial in creating a rhyme to make it is easier to be remembered. Next, try Pocong Monyong, Tuyul Gundul (ya iyalah…) or maybe…aaaah…have to stop it…

3.     Pocong vs Kuntilanak
     Inspired by Alien vs Predator, I assume. So, who’s the winner? Pocong jumps and tramples on kuntilanak or kuntilanak keeps laughing loudly until pocong dies with the bleeding ears? Errr…they already died, don’t they? So, why do they fight? Aaaah…stop it…

4.     Hantu Binal Jembatan Semanggi
     Woooow, how bitchy she is? Is she teasing every driver who passes the bridge? How? Waving hands while winking her spooky eyes? Doing sexy-dancing on the road and showing her chapped-bloody lips and hips? Rraaaawrrrr… Oh, why my mind now recalls Trio Macan?

5.     Dendam Pocong Mupeng
     How do you know that he or she is MUPENG? By looking at the face? That thick white- faced? How? How? HOW?

6.     Pocong Kamar Sebelah
Is it the Indonesian version of The Girl Next Door? Yeah, at least now we can recognize that the pocong is a girl [and you guys go hoping she is as hot as the girl next door].

I don’t think I’m interested to watch one of those movies, even take a quick glance on the trailer. Hell, NO.

Mungkin bisa saja saya yang benci film horror menaruh harap dengan film-film non horror dengan judul provokatif seperti berikut:
1.     Anda Puas Saya Loyo
2.     Pijat Atas Tekan Bawah
3.     Mas Suka Masukin Aja – Besar Kecil It’s OK
[NO, I don’t add the second phrase, that’s the actual full title, to complete the stupidity, I assume]
Dude!!! "..."

Okay, memang ada beberapa film lokal yang ‘wajib tonton’ seperti Naga Bonar atau Laskar Pelangi. Tapi berapa banyak? Lebih tepatnya berapa banyak dibandingkan film dengan judul-judul provokatif seperti di atas?

Nonton film di bioskop, buat saya sama halnya dengan baca buku, dengan genre yang bermacam-macam, bisa berarti banyak buat saya [dan saya yakin, puluhan juta orang lain di negara ini]. Dari yang remeh temeh seperti isi waktu luang, hiburan, sarana berbaikan sama pacar, melampiaskan emosi, sampai yang agak berat seperti untuk tahu [atau setidaknya membuat jadi tertarik untuk tahu lebih jauh] tentang sejarah, mengambil ‘life-lesson’, membangkitkan ide atau inspirasi, dan membuat saya jadi tahu ada begitu banyak hal menarik di luar sana, bahwa dunia tidak selebar daun sirih.

Film, sama halnya dengan buku, adalah jendela dunia.

Jadi, dengan segala hormat, menurut saya, ini adalah kekonyolan paling konyol dari semua kekonyolan yang belakangan semakin sering terjadi di negara ini.

And by the way, speaking of ‘getting lesson’ from movie, from Indonesian movie we can conclude that the most famous ghost is pocong.
And from the upcoming movie, we will know that pocong possibly copulates with another famous ghost, suster ngesot, and breeding new ghost species called pocong ngesot (!)...so in the future they don’t only jump but also ngesot.

Haha, intriguing, isn’t it?


highlights on tidak pernah, animal...natural... hmm, no comment
 

Friday 11 February 2011

A Small Huge World


Di situ ada tawa dan tangis
Di situ ada bahagia dan sedih
Di situ ada kesal dan marah
Di situ ada khawatir dan gelisah
Di situ kita berbagi rasa
Di situ ada segala cerita

Tak perlu luas
Asal hati kita lapang
Tak perlu megah
Asal batin kita tenang

Hanya selega berdua
Tapi tak ada yang setara
Karena di situ ada kita
Melihat seisi dunia
Bersama mimpi-mimpi kita

:)

what do you think?
Image taken from http://tlc.howstuffworks.com/


















Tuesday 8 February 2011

Negeri Auto Pilot

Alkisah ada suatu negeri ajaib, di luar nalar. Di negeri ini banyak hal yang saya gagal paham segagal-gagalnya. Saya berusaha melihat dari berbagai sudut pandang tapi tetap gagal. Ada kekerasan mengatasnamakan agama. Sudah jelas-jelas kekerasan, para pemimpin negeri ajaib pun masih mengangkat agama sebagai isu utama.

Tentang ormas gila itu:
  1. Saya gagal paham mengapa bisa merasa sangat yakin bahwa mereka yang paling benar sedunia DAN berhak membunuh sesamanya
  2. Saya gagal paham mengapa bisa yakin mereka bisa masuk surga dengan membunuh sesamanya
  3. Saya gagal paham mengapa bisa mengaku beragama berteriak atas nama Tuhannya dan bersamaan dengan itu melakukan tindakan serupa binatang
  4. Saya gagal paham mengapa bisa berdalih “membela” agama dengan cara-cara yang justru menodai agama

Tentang (yang disebut) aparatur negara:
  1. kabarnya, ini sudah sangat sering terjadi, tapi tetap saya gagal paham ketika bapak Presiden negeri ajaib menyampaikan “rasa menyesal dan prihatin yang mendalam” di sana sini atas peristiwa yang terjadi. Dan untuk yang satu ini, selain gagal paham, saya juga menjadi turut menyesal dan prihatin. Dear Mr. President, with all due respect, please stop promoting your album and start working as a leader!
  2. Saya gagal paham ketika setelah sudah lewat 24 jam Sang Jendral Kepala Kepolisian negeri ajaib mengeluarkan pernyataan “masih belum ada tersangka” sementara video kejadian sudah tersebar luas sejak berjam-jam sebelumnya. Somebody please send him the video, he might haven’t seen it yet!
  3. Saya gagal paham ketika Menteri Agama dari negeri ajaib yang seharusnya malu karena agama digunakan sebagai alasan untuk penyerangan justru mengeluarkan pernyataan defensif berkaitan dengan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri negeri ajaib. Tidak ada sedikitpun komentar mengenai betapa barbarnya penyerangan yang dilakukan, hanya tentang SKB. Dalam hal ini, sang Menteri Agama seakan membenarkan penyerangan yang dilakukan.
  4. Saya gagal paham ketika Gubernur daerah tempat kejadian memberikan pernyataan bahwa agar jemaah yang diserang segera bertobat. Bukannya para penyerang barbar itu juga harusnya dihimbau untuk tobat? Dengan kata lain, sang Gubernur rupanya juga ikut membenarkan penyerangan yang dilakukan.

Saya sungguh gagal paham, di negeri yang (katanya) menjunjung tinggi “kemanusiaan yang adil dan beradab” itu banyak manusia jadi-jadian yang tidak adil dan tidak juga beradab.
Saya sungguh gagal paham, di negeri ini pemimpin ada tapi tidak memimpin. Pemegang kemudi ada tapi tidak mengemudi.

Ajaibnya negeri auto pilot...

Monday 7 February 2011

Inhumanity of Human

Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace

-Imagine, John Lennon-


Tyranny brings a riotic chaos in Egypt. Not less than 300 people died and hundreds are injured. And it’s still counting.

Not too far from this capital city, in Cikeusik Banten, this morning, a group of fanatics-conservative-radical belief on behalf of religion, massively attacked another group of believer. 3 people died tragically. Some others are seriously wounded.
I do not even want to look at the pictures of the victims. Read out the news is already depressing and I definitely won’t leave my self in either horrible or deep pity feeling that possibly make me barely to sleep.

I just don’t get it clear, why can people claim that they are the right ones while the other people are absolutely wrong?
How do they know that they are the only groups who are on the right side and will enjoy the heaven after they die while the others will surely be burned in hell?
How do they feel pretty sure that the others are wrong and are allowed to be cruelly vanished?

If the reason is BELIEF, then I don’t really get this clear, why do people have to force others to change their beliefs?
And why do they think they need to defend their belief by interfering other’s belief?

Even if their belief is the right one (we together will find out on the next chapter of life), is there any rational reasons that allow them to do that brutal-inhuman action?
I can’t see any…

They did the action on behalf of religion, which on the contrary, some percept can not be seen through their stupid riot.
1.       There’s a Big Judgment at the end of the day that applied to all of the human being
It looks like they have a thoughtlessness thought that they are smart enough, powerful enough, to be the judge to other people. If they think smart enough, they should know that trying to be at the same level with God is truly a sin. But they might totally forget this verse that is clearly stated on Koran.

2.       Your religion is yours, my religion is mine
This verse is explicitly clear. But again, I don’t think they are smart enough to have true interpretation and may even creatively interpret the verse as “my religion is mine, mine, mine, and yours are totally wrong, so I am free to pull the trigger and shot you right on the head”.

I’m still thinking some points regarding this radical action, but then I have to underline that whether it is about religion or not, violence or brutalities are the one that should be vanished from this world.

Human should not live in the world of inhumanity.
Inhumanity should not be exist in the human world.

Or should we start thinking about the world without countries or religion so you have nothing to kill or die for?
Pathetic...

Wednesday 2 February 2011

A Welcome Note...

Akhirnya!

Seringkali ada hal-hal yang lebih mudah untuk dikeluarkan melalui tulisan daripada ucapan. Seringkali juga, bukan karena lebih mudah tapi karena bisa memberi ruang lebih banyak untuk menuangkan apa yang ada di pikiran. Dengan menulis, kita punya jeda lebih panjang untuk berpikir tentang substansi atau sekedar memilih kata. Menulis juga membantu menyampaikan opini dengan lebih terstruktur. Menulis, juga bisa jadi sebuah terapi, setidaknya menurut saya :)

Karena itu juga, blog ini dibuat, untuk menampung "muntahan" pikiran yang kadang suka overload tentang segala macam. Ya, segala macam, segala rupa. Tergantung mood, ide, dan juga apa yang saat itu pop up in mind. Maybe something important to be shared or can be just a light opinion of mine on life and its bites.

In short, this is My Journey.
We might have different path but we are sharing the same journey, enjoy your ride :)